Seorang teman menatap apel
di atas meja. Aku mengerti arti tatapannya, lalu memberinya pisau. Dia mulai
mengupasnya sambil terus melirikku. Aku tidak mengerti arti lirikannya. Seorang
teman membanting pisau-ku.
Gila susah betul.
Menggiurkan tapi kulitnya bencana.
Makan saja bersama
kulitnya.
Aku memimpikan apel tanpa
kulit.
Kamu akan menyesal saat
apel-mu jatuh ke lumpur.
Aku tidak memakan yang
telah jatuh.
Kamu akan merindukan seni
mengupas jika hidup di antara apel-apel tak berkulit.
Aku sudah mati sebelum
berbakat andai itu memang seni.
Aku terdiam. Seorang teman
terdiam. Kulit apel juga terdiam, teronggok di lantai, berdarah, darah-seorang
teman.
Seperti hidup. Solusi
melukai jika terlalu tajam, tak berguna jika terlalu tumpul. Sebagian orang menelan
dunia, bersama kulitnya, bersama darahnya,
bersama pisaunya. Kadangkala kulit apel berlapis-lapis, terkadang isinya kulit
melulu-kulit melulu. Aku menanam apel, siapa tahu ada yang memakannya. Aku
mendalami seni mengupas tapi tidak mengamalkannya. Seharusnya aku mengerti
arti lirikan-seorang teman.
bikin sendiri yaaah katanya ..., daebak (awesome)
BalasHapus"maulida"
waduh, menurut Lid ini copas di mana -_-
Hapus