Rabu, 19 Februari 2014

Memahami Teman

Seorang teman menatap apel di atas meja. Aku mengerti arti tatapannya, lalu memberinya pisau. Dia mulai mengupasnya sambil terus melirikku. Aku tidak mengerti arti lirikannya. Seorang teman membanting pisau-ku.

Gila susah betul. Menggiurkan tapi kulitnya bencana.
Makan saja bersama kulitnya.
Aku memimpikan apel tanpa kulit.
Kamu akan menyesal saat apel-mu jatuh ke lumpur.
Aku tidak memakan yang telah jatuh.
Kamu akan merindukan seni mengupas jika hidup di antara apel-apel tak berkulit.
Aku sudah mati sebelum berbakat andai itu memang seni.

Aku terdiam. Seorang teman terdiam. Kulit apel juga terdiam, teronggok di lantai, berdarah, darah-seorang teman.


Seperti hidup. Solusi melukai jika terlalu tajam, tak berguna jika terlalu tumpul. Sebagian orang menelan dunia, bersama kulitnya, bersama darahnya, bersama pisaunya. Kadangkala kulit apel berlapis-lapis, terkadang isinya kulit melulu-kulit melulu. Aku menanam apel, siapa tahu ada yang memakannya. Aku mendalami seni mengupas tapi tidak mengamalkannya. Seharusnya aku mengerti arti lirikan-seorang teman.

2 komentar:

  1. bikin sendiri yaaah katanya ..., daebak (awesome)
    "maulida"

    BalasHapus

Contact

https://www.facebook.com/tuhuk.maarit

Flickr Photostream

Our Office

Wherever is somewhere at anywhere but not in everywhere

— Links

Popular Posts

Followers

Search